Saat ini kita masuk pembahasan faedah surat Al Fatihah mulai dari ayat ‘alhamdulillahir robbil ‘aalamiin’. Dalam ayat ini terdapat kandungan salah satu rukun ibadah yaitu cinta (mahabbah). Itulah yang akan diulas pada kesempatan kali ini.
Ayat yang dimaksudkan di atas adalah,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 2)
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah mengatakan bahwa dalam ayat ini terkandung makna mahabbah (cinta). Karena Allah itu pemberi berbagai macam nikmat sehingga Allah itu dipuji dan disanjung. Setiap yang memberi nikmat atau kebaikan akan disanjung sesuai kadar nikmat yang diberikan. Allah itu juga dipuji karena zat, nama, sifat dan perbuatan-Nya yang mulia. Sehingga itulah yang membuat Allah itu dicinta.
Mahabbah (cinta) itu sendiri ada empat bentuk:
1- Mahabbah syirkiyyah (cinta yang bernilai syirik).
Inilah seperti yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”(QS. Al Baqarah: 165).
Ada dua tafsiran untuk ayat “yuhibbunahum ka-hubbillah”,
1- Maknanya adalah,
يحبونهم كحب الذين آمنوا لله
“Orang musyrik mencintai sesembahan mereka sebagaimana kecintaan orang beriman pada Allah”. Tafsiran pertama ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Abul ‘Aliyah, Ibnu Zaid, Maqotil dan Al Faro’.
2- Maknanya adalah,
يحبونهم كمحبتهم لله
“Orang musyrik mencintai sesembahan mereka sebagaimana kecintaan orang musyrik pada Allah.” Yaitu mereka menyamakan kecintaan kepada sesembahan mereka dengan kecintaan pada Allah. Demikian pendapat Az Zujaj.
Tafsiran kedua lebih baik karena melihat kelanjutan ayat,
وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Orang beriman lebih tinggi cintanya pada Allah”. Artinya, orang beriman lebih mencintai Allah melebihi kecintaan orang musyrik pada sesembahan mereka. Karena kecintaan orang musyrik terbagi dua. Dan tafsiran kedua itulah yang menunjukkan syirik dalam mahabbah (cinta). Inilah makna yang tepat untuk dipakai. Lihat dua tafsiran di atas dalam Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi.
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah berkata,
وَالْأَوَّلُ قَوْلٌ مُتَنَاقِضٌ وَهُوَ بَاطِلٌ فَإِنَّ الْمُشْرِكِينَ لَا يُحِبُّونَ الْأَنْدَادَ مِثْلَ مَحَبَّةِ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ
“Tafsiran pertama sangat bertentangan dan batil karena orang musyrik tidaklah mencintai sesembahan mereka sebagaimana orang mukmin mencintai Allah.” (Majmu’ Al Fatawa, 7: 188).
Intinya, orang musyrik sangat mencintai sesembahan mereka dan kecintaan mereka menyamai kecintaan pada Allah, bahkan bisa jadi lebih. Oleh karenanya, mereka rela mati demi membela sesembahan mereka. Bahkan kalau nama Allah saja yang disebut, mereka tidak rela sampai disebut pula yang mereka agungkan. Kita dapat melihat pada firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS. Az Zumar: 45).
Namun kenyataan yang terjadi, cinta (mahabbah) mereka terhadap yang mereka agung-agungkan tidaklah bermanfaat di akhirat kelak. Bahkan yang ada nantinya adalah saling laknat di antara mereka di akhirat. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
وَقَالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu mela’nati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali- kali tak ada bagimu para penolongpun.” (QS. Al ‘Ankabut: 25).
Cinta yang bermanfaat adalah cinta karena Allah yang dilandasi ketakwaan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf: 67). Dalam tafsir Al Jalalain (hal. 505) disebutkan bahwa pertemanan tersebut dilandasi kemaksiatan di dunia, maka pada hari kiamat pertemanan akhirnya menjadi bermusuhan, yang tetap adalah pertemanan yang dilandasi karena Allah yaitu karena taat kepada-Nya, itulah pertemanan yang kekal abadi.
2- Cinta pada kebatilan dan pelaku kebatilan, serta benci pada kebenaran dan orang yang berada di atas kebenaran. Inilah sifat orang munafik.
Dikatakan sifat orang munafik karena nifak adalah menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Di antara sifat orang munafik adalah mencintai penganut kebatilan dan membenci penganut kebenaran. Jadi orang yang membenci orang yang berada di atas kebenaran, seperti para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka itu munafik walau mereka menampakkan keislaman. Bahkan mereka yang mencaci sahabat ini adalah orang yang kafir.
3- Cinta tabi’at, yaitu cinta secara tabi’at atau fitrah. Seperti seseorang mencintai orang tua, istri, anak, kerabat dan teman dekatnya. Bahkan setiap orang punya kecenderungan mencintai orang yang berbuat baik padanya sekadar dengan kebaikan yang diberikan.
Cinta tabi’at ini asalnya adalah boleh selama tidak sampai melalaikan dari kecintaan pada Allah atau selama tidak menjerumuskan dalam keharaman. Kita dapat mengambil pelajaran dari firman Allah,
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24). Ancamannya sebagaimana disebutkan dalam akhir ayat yaitu jika sampai kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya dikalahkan dengan kecintaan pada hal-hal yang disebutkan.
4- Cinta kepada wali Allah dan membenci musuh Allah.
Inilah kecintaan yang disebut dengan wala’ atau loyal, yaitu kecintaan dan kebenciannya didasari karena Allah, bukan karena kepentingan dunia, politik atau karena sama-sama satu bendera. Jika seseorang mencintai tauhid, maka ia harus mencintai pula ahli tauhid. Jika seseorang membenci syirik, maka ia harus membenci pula orang musyrik. Kecintaan dan kebencian di sini sekali lagi dilakukan karena Allah.
Moga Allah mudahkan untuk melanjutkan faedah surat Al Fatihah yang lainnya. Hanya Allah yang memberi taufik dan kekuatan.
Artikel asli: https://rumaysho.com/3230-faedah-3-surat-al-fatihah.html